Minggu, 11 April 2010

Memahami Al Qur'an membutuhkan keimanan.

Counters
Counters Counter
Allah,penguasa Alam semesta, Zat yang satu, yang memiliki ilmu dan kekuatan tanpa batas telah menurunkan Al-Quran sebagai sebuah sumber rahmat bagi seluruh Alam.
Dia telah mengaruniakan rahmatnya kepada manusia dengan cara menurunkan kitab suci Al-Qur’an. Siapapun yang merespon karunia ini dengan lapang dada dan sukacita ,dia akan memetik hasilnya.
Mereka akan mampu memahami Al-Quran, mengikutinya,mengimaninya,dan akhirnya akan menerima rahmat Allah. Dia akan mendapatkan pahala di Dunia, demikian juga di akhirat.
Sebaliknya,siapapun yang merespon Al-Qur'an dengan tidak simpatik dan congkak, dia akan menuai akibat yang dilakukannya. Dia tidak akan mengerti dengan baik Al-Qur’an ini dan tidak pula akan memperoleh manfaat dari hikmah yang ada di dalamnya.
Dia akan merugi baik di dunia maupun di akhirat, walaupun demikian, mereka tidak akan memberikan bahaya apa-apa terhadap Al-Qur'an dan terhadap Islam.
Al-Quran diturunkan sebagai sebuah kitab suci yang mudah dipahami oleh setiap orang. Allah berfirman dalam salah satu ayat Al-Qur’an :
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.(Yunus [10]:57).
Sebagaimana Allah ilustrasikan dalam ayat ini, orang-orang yang beriman dan menuruti nuraninya, dia akan bisa memetik faedah yang ada di dalam AL-Qur’an dan akan dengan gampang mengerti dan mengikuti semua perintahNya.
Sementara itu orang-orang yang tidak acuh terhadap dirinya sendiri, dia tidak akan pernah secara sempurna menerima kekuatan Allah. Mereka akan selalu meragukan hari kiamat dan akan mempergunakan logika yang berbelit-belit menginterpretasikan ayat-ayat Al-Qur’an.
Dalam ayat ini, Allah telah menginformasikan kepada kita tentang watak orang-orang yang tidak mencari petunjuk dari Al-Qur’an,
“Dan sesungguhnya dalam Al-Qur’an ini Kami telah mengulang-ulang (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).”(Al-Israa’ : 41).
Apa yang kami sebutkan sejauh ini telah membuka dengan jelas bahwa hanya orang-orang yang benar-benar kokoh dalam keimanannya yang akan mengerti Al-Quran secara benar.
Al Qur'an telah diwahyukan sebagai kitab penjelas yang diturunkan dari Allah yang menegaskan bahwa hamba-hamba-Nya yang beriman dan mempergunakan akalnya yang akan mengerti dengan mudah dan mendapat petunjuk dari Allah.
Jika keimanan naik, pada saat yang bersamaan, hikmah ,kejujuran,dan ketakwaan kepada Allah juga akan naik. Hasilnya, nilai-nilai terindah dan misteri yang ada dalam Al-Qur’an akan dapat dipahami dengan lebih baik.
Manakala seseorang yang tidak beriman senang membaca Al-Qur’an dengan cara yang jujur,tanpa prasangka dan motif-motif yang jahat, dia akan mengakui bahwa Al-Quran adalah kitab suci dan akhirnya dia akan jelas sebagai mana disebutkan dalam Al-Quran, mereka akan dengan mudah menerima kebenaran Al-Qur’an itu.
Setelah seorang individu telah beriman ,keimanannya, shalatnya, dan tingkat pengetahuannya akan menjadi factor yang memberikannya akses pada kebenaran dan misteri Al-Qur’an.
Sebaiknya, orang-orang yang tidak memiliki keimanan atau rasa takut kepada Allah, dia tidak akan mampu memahami Al-Qur’an secara benar. Mereka bahkan akan melakukan misinterpretasi terhadap Al-Qur’an sampai pada hal-hal yang sebenarnya dengan mudah dapat mereka pahami.
Ekspresi yang eksplisit akan tampak sebagai sesuatu yang kontradiksi dalam pandangan mereka. Tidak peduli bagaimana pintarnya mereka, bagaimana banyaknya ilmu yang mereka miliki, atau bagaimana berbudayanya mereka dan bagaimana baiknya informasi yang mereka terima tentang Al-Qur’an,
namun mereka tidak mampu untuk memahami isi Al-Qur’an karena mereka tidak memiliki keimanan kepada Allah.
Tatkala mereka mempelajari dengan teliti pernyataan dan dugaan yang dibuat oleh orang-orang yang tidak melawan Al-Qur’an, kesalah mengertian dan gap logika yang menjadi sandaran mereka akan terlihat dengan jelas.
Klaim manusia-manusia yang menyandarkan semua hal pada dirinya akan melihat Al-Qur’an yang telah demikian jelas sebagai sesuatu yang kontradiktif dan membingungkan.
Al-Qur’an menyebutkan dengan jelas kebingungan orang-orang yang menolak Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya tatkala mereka dengan bingung bertanya, “Apa maksud Allah dengan di datangkan contoh-contoh itu?”
Memang, sebagaimana yang Al-Qur’an informasikan kepada kita, para penolak Al-Qur’an yang ada di setiap waktu, secara langsung maupun tidak langsung, mereka tidak akan pernah mampu memahami contoh-contoh itu.
Ini merupakan mukjizat Al-Qur’an, dimana satu ayat akan dengan mudah di pahami oleh orang yang beriman dan sebaliknya akan sangat sulit dipahami oleh orang-orang yang tidak beriman.
Semua ini memperlihatkan kepada kita bahwa pemahaman terhadap Al-Qur’an akan sangat bergantung pada niat baik seseorang dan Allahlah yang menentukan apakah seseorang itu akan bisa menerima pemahaman Al-Qur’an itu.
Sebagaimana hal tersebut diklasifikasikan dalam ayat,
“Dan apakah yang lebih zalim dari pada orang-orang yang telah di peringatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya?
Sesungguhnya, kami telah meletakkan tutupan diatas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (kami letakkan pula) sumbatan ditelinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk,niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (al-kahfi [18]:57).
Orang beriman yang jujur dan penuh kesadaran akan mampu memahami dan mengaplikasikan dengan sangat gampang semua nilai spiritual dan perintah yang ada didalam Al-Qur’an.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak beriman yang tidak jujur dan selalu berburuk sangka, walaupun dia mengerti bahasa arab dan mengerti banyak tentang ilmu pengetahuan dan di anggap pakar di bidangnya,
dia tidak akan mampu memahami Al-Qur’an secara benar karena hanya memperturutkan hawa nafsunya.
Karena itulah, dia tidak memiliki kemampuan untuk berfikir. Karena tidak mampu berfikir, dia tidak mampu untuk mengerti kecuali hanya membuat asumsi-asumsi yang berbelit –belit dalam menginterpresikan Al-Qur’an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar