Jumat, 02 September 2011

Syahadatain

Oleh: Arassh Sidik Fatahillah

A. Hukum Bahasanya
  • Jika di alam ruh kita sudah bersaksi, tetapi ketika didunia ada yang tertutup (kafir, tidak bersyahadat) dan ada yang terbuka (beriman, dengan bersyahadat). Kita termasuk yang terbuka karena kita bersyahadat, dan ketika kita bersyahadat atau bersaksi di dunia, sebenarnya adalah kita mengungkap kembali kesaksian sewaktu di alam ruh. Makanya di alam ruh menggunakan fill madhi (yang menunjukkan waktu yang lalu) dan sekarang di dunia menggunakan fiil mudhori (yang menunjukkan waktu sekarang), asyhadu (sekarang aku bersaksi).


B. Saksinya Siapa ?
  • Lantas apakah konsekuensi syahadat itu. Mari kita lihat firman Allah SWT:
    • “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak di-sembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan omng-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana“. (Q.S.Alilmran: 18).

    Ayat diatas menjelaskan tentang konsekuensi syahadat, yaitu bahwa yang telah mengucapkan syahadat dan beriman, mereka harus tegak dengan adil. Dalam kata lain menegakkan keadilaa Terdapat dalam rangkaian ayat di atas ada tiga saksi, yaitu: Allah SWT, Malaikat, dan orang-orang berilmu yang beriman. Disinilah letak strategisnya syahadat, banyak orang bersyahadat tetapi tidak konsisten dan konsekuen dengan syahadatnya alias tidak tegak dengan adil.

C. Wajib Dalilnya
  • 1. Bukankah telah datang pada manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.(QS AI lnsan: 1-3)
    Kewajiban Pertama Seorang Hamba, ialah mengucapkan dua kalimat syahadat
    • “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya “Bahwasanya tidak ada llaah (yang hak) melainkan Aku, maka kamu sekalian hendaklah beribadah kepadaKu”.(QS AI-Anbiya’: 25)

    Syaikh Abdlirrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan ayat ini dengan menyatakan:
    • “Seluruh rasul sebelummu (Muhammad Rasululloh) dan kitab-kitab mereka, intisari dan pokok ajaran mereka adalah perintah beribadah kepada Alloh semata, tidak ada sekutu bagiNya, serta penjelasan bahwa Alloh adalah ilah yang haq, al ma’bud (yang berhak diibadahi), dan peribadahan kepada selainNya adalah batil”.
      (Tafsir Karimir Rahman Fi Tafsir Kalamil Mannan)

  • 2. Tauhid (mengesakan Alloh untuk beribadah hanya semata-mata kepada-Nya) adalah perintah Alloh yang pertama kali, sehingga merupakan kewajiban pertama yang harus ditunaikan dan jalan pertama kali yang harus ditempuh seorang hamba. Sebaliknya, lawan tauhid, yaitu syirik (menyekutukan-Nya dengan beribadah kepada selain-Nya, atau mengambil tandingan-tandingan-Nya) merupakan larangan pertama kali.
    Kita mendapati fi’il (kata kerja) pertama kali yang Alloh subhanahu wa ta ‘ala sebutkan dalam mushhaf Al Qur’an adalah tauhid. Yaitu (yang artinya):
    • Hanya kepadaMu kami berbadah dan hanya kepadaMu kami mohon pertolongan.(QS AI Fatihah: 5).

    Demikian juga fi’il amr (kata perintah) yang pertama kali termaktub dalam Al Qur’an adalah tauhid, yaitu (yang artinya):
    • “Hai manusia, sembahlah Rabb-mu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (QS Al Baqarah: 21).

    Yaitu firman Alloh subhanahu wa ta ‘ala, (yang artinya):
    • 1) “Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
      2) Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak,
      3) karib-kerabat,
      4) anak-anak yatim,
      5) orang- orang miskin,
      6) tetangga yang dekat
      7) dan tetangga yang jauh,
      8) teman sejawat,
      9) ibnu sabil
      10)dan hamba sahayamu.

    • Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS An Nisa’: 36).

    Pada tempat yang lain, ketika Alloh subhanahu wa ta ‘ala menyebutkan sepuluh larangan, Dia memulai dengan larangan syirik, dan ini merupakan konsekuensi pernyataan Laa ilaaha illa Alloh.
    Dia berfirman, yang artinya:
    Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Rabbmu, yaitu:
    • 1) Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
      2) Berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak,
      3) Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka,
      4) Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi,
      5) Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Alloh (membunuhnya) melainkan dengan suatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Rabb-mu kepadamu supaya kamu memahami(nya).
      6) Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
      yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.
      7) Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya.
      8) Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu),
      9) Dan penuhilah janji Alloh, yang demikian itu diperintahkan Alloh kepadamu agar kamu ingat,
      10)Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.
      Yang demikian itu diperintahkan Alloh kepadamu agar kamu bertaqwa.(QS Al An’am: 151 -153).

  • 3. Sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, yang artinya:
    • “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat (bersaksi) Laa ilaaha illAlloh dan Muhammad Rasululloh, menegakkan shalat, dan membayar zakat. Jika mereka telah melakukannya, mereka telah menjaga darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka atas tanggungan Alloh.” (HR Bukhari, no. 25, dan lain-lain, dari Ibnu Umar)

    Hadits ini dengan tegas menunjukkan, bahwa kewajiban pertama hamba adalah syahadat.
    Imam Ibnu Abil ‘lzzi Al Hanafi berkata, yang artinya:
    • “Oleh karena itulah, yang benar ialah bahwa kewajiban pertama kali atas seorang mukallaf adalah syahadat Laa ilaaha illAlloh, sehingga tauhid merupakan kewajiban pertama kali dan kewajiban terakhir kali, sebagaimana Nabi (shollallohu ‘alaihi wa sallam) bersabda: Barangsiapa akhir perkataannya Laa llaaha lllAlloh, niscaya dia masuk surga (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan AI Hakim, dari Mu’adz bin Jabal. Lihat Shahih Al Jami’ush Shaghir, no. 6479).” (Minhatul llahiyah Fi Tahdzib Syarh Ath Thahawiyah, hlm. 45)

    Syahadat adalah inti ajaran nabi dan rosul
    Dalam berbagai keadaan, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada para sahabatnya mengenai syahadat. Dengan penjelasan ini, maka teranglah bagi kita anggapan-anggapan yang kurang tepat bahwa kewajiban pertama yang harus dilakukan oleh manusia adalah bukan syahadat (melainkan hal-hal di luar itu).
    1)Sabda Nabi kepada Mu’adz bin Jabal ketika mengutusnya ke Yaman:
    Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka jika engkau telah mendatangi mereka,
    • (1)Ajaklah mereka untuk bersyahadat Laa ilaaha illa Alloh dan bahwa Muhammad adalah utusan Alloh.
      (2)Jika mereka telah mentaatimu tentang hal itu, maka beritahukan kepada mereka bahwa Alloh telah mewajibkan lima kali shalat sehari semalam kepada mereka.
      (3)Jika mereka telah mentaatimu tentang hal itu, maka beritahukan kepada mereka bahwa Alloh telah mewajibkan shadaqah (zakat) kepada mereka. Zakat itu diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin mereka.
      (4)Jika mereka telah mentaatimu tentang hal itu, maka janganlah (engkau ambil) harta-harta mereka yang berharga (untuk zakat)
      (5)dan jagalah dirimu dari do’a orang yang terzhalimi, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara dia dengan Alloh. (HR Bukhari, no. 1496, 4347; Muslim, no. 29, 30).

    Al Hafizh Ibnu Hajar AI ‘Asqalani berkata:
    “Permulaan (dakwah) mesti dimulai dengan keduanya (dua kalimat syahadat), sebab merupakan ashluddin (prinsip agama) yang melandasi keabsahan amalan apapun”.
    (Fathul Bari, penjelasan hadits no. 1496).
    2)Sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, yang artinya:
    Islam dibangun di atas lima (tiang), (Yaitu): Syahadat Laa llaaha lllalloh dan syahadat Muhammad Rasululloh, menegakkan shalat, membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan.(HR Bukhari, no. 8; Muslim, no. 16; dan lain-lain.)
    Ini merupakan dalil yang jelas, bahwa syahadatain adalah rukun Islam yang pertama, sehingga otomatis menjadi kewajiban yang pertama.
    Imam Ibnul Mundzir berkata:
    • “Setiap ulama yang aku ketahui telah sepakat, bahwa jika seorang kafir mengatakan Asyhadu an laa ilaaha illa Alloh wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh (Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Alloh, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Alloh dan utusanNya), dan bahwa risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah haq (benar), dan aku berlepas diri kepada Alloh dari seluruh agama yang bertentangan dengan Islam, dan ketika mengucapkannya itu dia sudah dewasa, sehat dan berakal, maka dia seorang muslim. Jika setelah itu, dia kembali (kafir), dengan menampakkan kekafiran, maka ia telah menjadi orang murtad.”
      (Al Ijma’, hlm. 154; dinukil dari kitab Mauqif Ibni Taimiyah minal Asya’irah, Juz 3, hlm. 940, karya Dr. Abdurrahman bin Shalih bin Shalih Al Mahmud.)

    Kalimat syahadah merupakan asas utama dan landasan penting bagi rukun Islam. Tanpa syahadah, rukun Islam lainnya akan runtuh. Begitu juga dengan rukun iman. Tegaknya syahadah dalam kehidupan individu akan menegakkan ibadah dan dien dalam hidup kita. Dengan syahadatain terwujudlah sikap ruhani yang akan memberikan motivasi kepada tingkah laku jasmaniah dan akal pikiran, serta memotivasi kita untuk melaksanakan rukun Islam lainnya.
    Tegaknya Islam mesti didahului oleh tegaknya rukun Islam; dan tegaknya rukun Islam mesti didahului oleh tegaknya syahadah. Rasulullah saw. mengisyaratkan bahwa Islam itu bagaikan sebuah bangunan. Untuk berdirinya bangunan Islam itu harus ditopang oleh 5 (lima) tiang pokok, yaitu syahadatain, shalat, saum, zakat, dan haji ke Baitulllah.
    Di zaman Nabi saw., kalangan masyarakat Arab memahami betul makna syahadatain ini. Terbukti dalam suatu peristiwa dimana Nabi saw. mengumpulkan para pemimpin Quraisy dari kalangan Bani Hasyim, Nabi saw. bersabda,
    • “Wahai saudara-saudara, maukah kalian aku beri satu kalimat, dimana dengan kalimat itu kalian akan dapat menguasai seluruh jazirah Arab?”

    Kemudian Abu Jahal menjawab,
    • “Jangankan satu kalimat, sepuluh kalimat berikan kepadaku.”

    Kemudian Nabi saw. bersabda,
    • “Ucapkanlah laa ilaha illa Allah dan Muhammad Rasulullah.” Abu Jahal pun menjawab, “Kalau itu yang engkau minta, berarti engkau mengumandangkan peperangan dengan semua orang Arab dan bukan Arab.”

    Penolakan Abu Jahal kepada kalimat ini bukan karena dia tidak paham akan makna dari kalimat itu. Justru sebaliknya. Dia tidak mau menerima sikap yang mesti tunduk, taat, dan patuh kepada Allah swt. saja Dia sadar betul jika ia bersikap seperti itu, maka semua orang akan tidak tunduk lagi kepadanya. Abu Jahal ingin mendapatkan loyalitas dari kaum dan bangsanya. Penerimaan syahadah bermakna menerima semua aturan dan segala akibatnya. Penerimaan inilah yang sulit bagi kaum jahiliyah untuk mengaplikasikan syahadah.
    Sebenarnya, apabila mereka memahami bahwa loyalitas kepada Allah itu juga akan menambah kekuatan bagi diri mereka. Mereka yang beriman semakin dihormati dan semakin dihargai. Mereka yang memiliki kemampuan dan ilmu akan mendapatkan kedudukan yang sama apabila ia sebagai muslim (Abu Jahal adalah tokoh di kalangan Arab jahiliyah dan ia memiliki banyak potensi, diantaranya ia sebagai Abu Amr (ahli hukum). Setiap individu yang bersyahadah, maka ia menjadi khalifatullah fil Ardhi.
    Kalimat syahadah mesti dipahami dengan benar karena di dalamnya terdapat makna yang sangat tinggi. Dengan syahadah, kehidupan kita akan dijamin bahagia di dunia ataupun di akhirat. Syahadah sebagai kunci kehidupan dan tiang dien (agama Islam). Oleh karena itu, marilah kita bersama memahami syahadatain ini.
    Orang yang mengikrarkan syahadat akan mendapatkan syafaat Rasulullah di hari Kiamat. Seperti sabda beliau,

    • عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ


    Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. ditanya,
    • “Siapakah orang yang paling berbahagia dengan syafaatmu di hari Kiamat?”

    Rasulullah saw. bersabda,
    • “Aku telah mengira, ya Abu Hurairah, bahwa tidak ada seorang pun yang tanya tentang hadits ini yang lebih dahulu daripada kamu, karena aku melihatmu sangat antusias terhadap hadits. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku di hari Kiamat adalah yang mengatakan la ilaha illallah secara ikhlas dari hatinya atau jiwanya.” (HR.Bukhari).

    Nabi saw bersabda:
    • "Setiap orang yang bersyahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammadarrasulullah, secara tulus dari lubuk hatinya, pasti Allah haramkan dirinya masuk ke dalam Naar." (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari: I/41; Muslim: I/45).

    Nabis saw bersabda :
    • "Manusia yang paling berbahagia karena mendapatkan syafa'atku di hari kiamat nanti adalah orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah secara ikhlas dari hatinya." (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari: I/33, VII/204; Ahmad: II/373).
      "Sesungguhnya Allah mengharamkan Naar bagi orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah semata-mata karena ingin melihat wajah Allah." (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari: I/109-110; Ahmad: IV/44).

    Firman Allah :

    • وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى

    • "Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telahberpegang kepada buhul tali yang kokoh..." (Luqman: 22).

    Nabi saw bersabda :
    • "Salah seorang di antara kalian tidak akan beriman, sebelum hawa nafsunya tunduk terhadap ajaran yang aku bawa."

    Sabda Nabi saw :
    • "Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi secara benar melainkan Allah, dan bahwasanya aku (Muhammad) adalah Rasulullah. Setiap hamba yang menemui Allah dengan membaca kedua kalimat tersebut tanpa keraguan, pasti ia masuk Jannah." (Diriwayatkan oleh Muslim: I/41-42; Ahmad: III/11)

    Nabi saw bersabda kepada Abu Hurairah :
    • "Siapapun yang engkau dapatkan di balik tembok ini yang mengucapkan laa ilaaha illallah secara yakin dari lubuk hatinya, tanpa keraguan terhadap kalimat tersebut, pasti ia masuk Jannah." (Diriwayatkan oleh Muslim: I/44-45), keduanya ada dalam Shahih Muslim.
      "Islam itu adalah engkau bersyahadat Laa illaaha Illallah (tidak ada yang berhak diibadahi secara benar melainkan Allah) dan Muhammad arrasulullah (Muhammad itu adalah Rasulullah), mendirikan shalat, menunaikan zakat, melakukan shaum di bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah bila engkau mampu melakukannya."
      (Al-Bukhari: I/18; Muslim: I/30-31; At-Tirmidzi: 2610; An-Nasaa'i: VIII/97-98).

    Pendapat ulama
    • 1.Imam al-‘Asy'ary dan al-Ma'turidy (Muhaqqiqin) berpendapat bahwa Mengucapkan Syahadatain merupakan sarat sahnya iman.
      Ulama Jumhur memberikan pendapat Imam al-‘Asy'ary dan al-Ma'turidy ini, bahwa yang dimaksud dengan sarat sahnya Iman adalah untuk pengesahan Hukum Islam di dunia, seperti hukum nikah, warist, sholat dan lain sebagainya. Sedangkan di hadapan Allah (di akhirat) yang dilihat adalah hatinya bukan ucapannya, jadi kalau hatinya beriman, termasuk Mukmin dan pasti tempat kembaliNya adalah sorga, begitu pula sebaliknya, bila hatinya tidak beriman kepada Allah SWT. Walaupun mengucapkan Syahadatain, tidaklah termasuk kepada orang yang beriman dan tempat kembaliNya di akhirat adalah Neraka.
      2.Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa : Mengucapkan Syahadatain adalah setengah dari Iman, karena Iman dan syahadatain merupakan rangkain Dohir dan Bathin.
      3.DR yusuf qardawi
      Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan bertauhid, yaitu sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir dia berikrar dan mengucapkan dua kalimat Syahadat, maka dia berhak berada di sisi Allah dan masuk surgaNya.
      4.Dari Abu Dzar r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah,’ kemudian meninggal, maka pasti masuk surga.”
      5.Dari Anas r.a., bahwa Nabi saw. telah bersabda, “Akan keluar dari neraka bagi orang yang mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah,’ walaupun hanya sebesar satu butir iman di hatinya.”
      6.Dari Abu Dzar pula, dia telah berkata bahwa sesungguhnya Nabi saw telah bersabda, “Telah datang kepadaku malaikat Jibril dan memberi kabar gembira kepadaku, bahwa barangsiapa yang meninggal diantara umatmu dalam keadaan tanpa mempersekutukan Allah, maka pasti akan masuk surga, walaupun dia berbuat zina dan mencuri.” Nabi saw. mengulangi sampai dua kali.


D. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, sudahkah diri kita bersyahadat?
Coba kita kembali melihat kejadian-kejadian yang telah lalu. Jika melihat syarat sah sebuah perjanjian, kesadaran dalam bertingkah laku, atau dalam Islam disebut sebagai kondisi telah baligh, maka syahadat yang kita lakukan sebelum masa baligh bukanlah syahadat yang sah.
Sholat, di sinilah kita sering mengucapkan syahadat, namun syahadat yang dilakukan dalam sholat bukan pula perjanjian yang sah, sebab dilakukan bukan karena niat untuk berjanji, tapi karena pembacaan syahadat di sini merupakan bagian dari perbuatan sholat. Islam mengajarkan hanya boleh ada satu niat untuk satu perbuatan, misalnya kita harus memilih antara niat Puasa Nabi Daud atau Puasa Romadlon, kita tidak bisa berniat untuk kedua puasa tersebut dalam satu hari puasa.
Orang jahiliyah kumaha ?

  • إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ

    Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.
    (Qs. Ash Shaaffat : 35)

Nabi saw bersabda :
  • "Islam dimulai dengan asing, dan suatu saat Islam akan kembali menjadi asing sebagaimana pula mulanya dahulu."(Diriwayatkan oleh Muslim: I/90; oleh At-Tirmidzi: 2629; Ahmad: I/398 dan Ibnu Majah: 3986-3988)

Para ulama sepakat bahwa mengucapkan Syahadatain adalah Rukun Islam, maka yang tidak mengucapkan Syahadatain bukan orang Islam, walaupun pada hakekatnya beriman kepada adanya Allah SWT, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhory.

  • عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلئَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ امُرْتُ اَنْ قَاتِلَ النَّاسَ حَتَّئ يَشْهَدُوْا اَنْ لاَاِلَهَََ اِلاَّ اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ وَيُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُؤْا الزَّكَاةَ فَاِذَا فَعَلُوْاذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّى دِمَانَهُمْ وَاَمْوَا لَهُمْ اِلاَّ بِحَقِّ الاِسْلاَمِ وَحِسَا بُهُمْ عَلَى اللهِ (رواه البخاري)

    Artinya : sesungguhnya Rasululloh SAW, telah bersabda : "Kami diperintahkan untuk memerangi orang-orang, sehingga mereka bersaksi (mengucapkan Syahadatain) bahwa tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya nabi Muhammad adalah utusan Allah dan mengerjakan Sholat, juga membayar Zakat. Manakala mereka mengerjakan semuanya, maka kami menjaga darah mereka dan harta benda mereka. Kecuali hak-hak yang bertalian dengan Islam, kemudian hisaban mereka diserahkan kepada Allah SWT.

Sebagai penutup tulisan ini, kami nukilkan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (wafat 728 H). Beliau berkata, yang artinya:
  • “Telah diketahui secara pasti di dalam agama dan telah disepakati oleh umat, bahwa fondasi Islam dan yang pertama kali diperintahkan kepada manusia adalah syahadat Laa ilaaha illalloh dan Muhammad utusan Alloh.

Adapun jika dia tidak mengucapkan syahadat, padahal mampu, maka dia kafir secara lahir batin dengan kesepakatan umat Islam, menurut salaf (orang-orang atau generasi terdahulu) umat ini, imam-imamnya, dan mayoritas ulama”.
(Kitab Fathul Majid, hlm. 73, karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, Penerbit Dar Ibni Hazm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar